Merpati yang Singgah

“Ayo, lawan aku kalo bisa!” Aku mendribel bola sembari berlari ke arah ring. “Aaah….. Sha….. tungguin aku doong!”Cheli berusaha mengejarku. Wajahnya yang putih tampak memerah karena kepanasan. “Aduh Chel…. masa gini aja ga bisa?” Aku memperlambat langkah agar ia bisa merebut bolaku. “Aduh Sha…. larimu cepet banget! Aku capek!”keluhnya. Aku merasa kasihan melihat peluh yang membasahi seragamnya. Namun, melihatnya tetap berusaha merebut bola yang ada di tanganku, aku kembali bersemangat. “Ayo Chel, jangan nyerah, rebut bolanya!”
            Aku berhenti tepat 2 meter di depan ring. Tanpa membuang waktu, aku melakukan shooting. Hup! Bidikanku tepat. Bolaku berhasil masuk ke dalam ring. “Hore……….!!! Lima-kosong!” aku teriak kegirangan. “Wah…  Sha, kamu hebat banget!” ia memujiku. Namun aku masih dapat menangkap sorot mata kecewa di wajah ayu-nya. “Makasih Chel… tapi kamu jangan nyerah dulu. Kamu pasti bisa! Ayo, aku ajarin!”aku menawarkan. “ Makasih ya Nasha, kamu memang sahabatku yang paling baik sedunia!” Ia tersenyum sambil menggenggam tanganku. Aku tersenyum. “Itulah gunanya seorang sahabat.” Aku memeluknya.
            Sang surya mulai malu-malu menampakkan dirinya. Langit mulai tertutup kapas kelabu. Jarum jam sudah menunjuk angka 5. Namun, kami masih berlarian di halaman rumahku yang luas. “Ayo Chel, rebut bolaku! Kamu pasti bisa!”aku memberinya semangat. Aku memunggunginya sembari mendribel bola.
            Tak kusangka, ia berlari ke sampingku kemudian berhasil mengambil alih bola yang sedari tadi kukuasai. Ia berlari ke arah ring kemudian membidikkan bolanya. Aku berusaha mengejarnya. Namun, bola yang ditembaknya berhasil masuk ke dalam ring dengan mulus. “Hore……!!!” ia melompat kegirangan. “ Time out! Waktu habis. Skor seri 2-2,” kataku. “ Wah Chel, kamu bisa! Hebat!” aku bertepuk tangan kemudian memeluknya. “ Makasih ya Sha, ini semua berkat kamu. Akhirnya aku bisa main basket.” Ia tersenyum tulus. “Bukan Chel, ini karena kamu giat latihan. Aku bangga sama kamu.” “Thanks, sob!”jawabnya.
            Dhuaaarrrr……..!!! Suara gemuruh memekakkan telingaku. Sontak aku menutup telinga. Tak lama kemudian, rintikan air langit membasahi seragam kami. “Wah, hujan Chel! Masuk yuk!” aku menarik tangannya. Cheli menatapku kemudian tersenyum jahil. Aku curiga. Ia menarik tanganku dengan kasar, aku kehilangan keseimbangan dan akhirnya………
            Byuuurrrrrrr……… Aku terjerembab ke kubangan air. Air kecoklatan mengotori seragamku. “Aaah….. Cheli !!!! Awas kau!” aku berteriak marah. Aku kemudian menarik tangannya sehingga ia jatuh bersamaku. “Nasha……!!!!” Ia menatapku kesal. Ia balas menyipratiku dengan air kubangan. Aku tak mau kalah, balas menyipratinya. Tak lama kemudian, seragam putih-merah kami berubah warna menjadi coklat. Kami berdua saling berpandangan, kemudian tawa kami memecah gemericik air hujan.
            Hujan turun semakin deras. Tak peduli dengan tubuh kami yang basah kuyup, kami terus bermain kejar-kejaran . “Ayo, Cheli! Tangkap aku kalo bisa!” tantangku. “Oke, siapa takut!” Aku berlari sekuat tenaga. Cheli berhasil menangkapku. “Kena kau!” Aku kehilangan keseimbangan. Aku menarik Cheli dan akhirnya kami jatuh untuk yang kedua kalinya. Kami berdua tertawa bersama.
            “Nasha….Cheli….. ayo masuk nak! Hujannya deras banget lho! Nanti kalian sakit!”teriak ibuku dari dalam rumah. “Iya bu…..”jawab kami serempak. Kami bergegas masuk ke dalam rumah. Ibuku kaget melihat tubuh kami yang basah dari ujung kepala sampai ujung kaki. “Aduh, baju kalian kok basah kayak gini! Cepat mandi! Nanti kalian sakit.” “Iya, bu,”jawab kami sembari masuk ke kamarku.
***
            Angin sepoi meniup rambutku. Kurapatkan jaketku untuk menghalau udara dingin yang menusuk tulang. Kami berdua duduk di balkon kamarku, larut dalam keheningan malam. Kulihat di sampingku, sahabatku duduk merenung sembari memandang sang purnama yang menghias langit hitam. “Lagi mikirin apa guys?”tanyaku memecah kesunyian. Ia tampak kaget, namun kemudian ia hanya tersenyum dan mengatakan bahwa tidak ada apa-apa. Tak lama kemudian, kami saling bertukar cerita mengenai pengalaman kami. Hingga pada suatu saat ia tertidur  di bahuku.
            Aku memandang wajah sahabatku. Aku teringat ketika pertama kali bertemu dengannya. Ia adalah murid baru pindahan dari Ambon. Satu tahun yang lalu ia pindah ke sekolahku untuk mengikuti ayahnya yang dipindah tugaskan ke Surabaya. Tepatnya waktu aku duduk di bangku kelas  4 SD.
***
“Anak-anak, minggu ini kita akan kedatangan teman baru lho!”bu guru berkata pada kami. Sontak seisi kelas ribut membicarakan anak baru tersebut. “Bu, laki-laki atau perempuan?” “Bu, pindahan dari mana?” “Namanya siapa bu?”teman-temanku berebut bertanya pada guruku. “Tenang dulu anak-anak. Dia anak perempuan, pindahan dari Ambon,”jawab guruku. “Pertanyaan lain dapat kalian ajukan langsung kepadanya nanti.”
Beberapa hari setelahnya, anak baru yang diceritakan guruku datang. Anaknya cantik dan berambut ikal. Saat ia melangkah masuk ke kelas bersama guruku, suasana kelas mendadak ribut. Teman-temanku berbisik-bisik mengenai anak baru tersebut.“Anak-anak, tolong tenang sebentar. Inilah teman baru yang beberapa hari lalu ibu ceritakan,”kata bu guru berusaha memecah keributan. “Ibu harap kalian dapat berteman baik dengannya,”pinta bu guru.
Setelah ia dipersilahkan duduk, teman-temanku mendatanginya. Emang dia artis dikerumuni oleh banyak orang seperti itu? Aku merasa iri padanya. Lalu aku mendatanginya dan mengajak dia berkenalan.
”Hai siapa namamu?”aku bertanya.
“Mmm..Shal...” (tak terdengar)
“Hah? Siapa? Shali?”
Dia tampak malu. Ya wajarlah seorang anak baru. Awalnya malu malu kucing. Semua temanku mengira namanya Shali, padahal bukan itu namanya. Dia nampak diam dikelas.
            Bel istirahat terdengar dari luar. Menandakan istirahat telah tiba. Semua anak keluar kelas namun ada juga yang masih ada didalam. Entah apa yang mereka lakukan aku tak peduli, namun aku merasa lapar. Aku lalu mengajak si anak baru itu pergi ke kantin.Ya namanya juga SD negeri, fasilitasnya tidak seperti yang diharapkan. Kamar mandinya bau, buku perpustakaan yang sangat berdebu dan  tidak terawat , dan kantin yang kumuh.
“Kamu nggak makan?”aku bertanya.
“…” (hanya menggelengkan kepala)
“Mau ikut ke kantin”
“...” (mengganggukkan kepala)
Akhirnya kita pergi ke kantin bersama. Namun setelah tiba di kantin…
“Ihh..nggak mau ! jajananya kotor !”
Aku sangat terkejut. Anak baru yang selama ini diam dan tak banyak cakap itu mengatakan hal tersebut. Sungguh hal yang tidak biasa.
            Waktu yang membuat anak baru itu mulai terbiasa dengan keadaan di sekolah ini. Dia ternyata bukan anak yang diam dan pemalu. Dia anak yang sangat menyenangkan. Dan satu hal lagi, namanya bukan Shali. Namanya adalah Cheli. Yah, itu namanya, bagus bukan?
***
            Yah, mulai saat itulah aku mengenalnya. Ia anak yang baik dan selalu ceria. Kami duduk sebangku sehingga tidak perlu waktu lama untuk mengakrabkan diri dengannya. Ia juga pandai dalam pelajaran, terutama matematika. Apabila aku kesulitan dalam suatu materi, ia selalu menawarkan diri untuk mengajariku. Kami juga memiliki suatu hobi yang sama, yaitu bersepeda. Kebetulan rumah kami berdekatan, hanya berjarak tiga blok, sehingga setiap minggu kami selalu bersepeda bersama mengitari perumahan. Ia juga sering menginap di rumahku, begitu pula sebaliknya, seperti malam ini.
            “Chel, bangun! Kita pindah ke dalam kamar yuk! Di sini dingin, banyak nyamuk lagi.” Aku berusaha membangunkannya sembari menepuk lembut bahunya. Ia bangun dan menggumam tak jelas, sepertinya masih setengah sadar. Kemudian aku membantunya berdiri untuk masuk ke kamarku. Tak lama, kami berdua terlelap.
***
           
Keesokan harinya di sekolah.
            Kriiiing…….. Bel pulang sekolah berbunyi. Seisi kelas bersorak gembira, seakan seluruh penat menguap seketika. Setelah ketua kelas memimpin doa bersama, seisi kelas langsung berhambur keluar kelas. Begitu pula dengan aku dan Cheli. Namun bukannya langsung pulang, ia malah mengajakku ke taman dekat komplek perumahan kami. Tidak seperti biasanya, dalam perjalanan ke taman ia lebih banyak diam. Aku pun sungkan untuk mengajaknya bicara karena sepertinya ia tampak murung dan tidak ingin bicara. Tak ada pilihan lain selain hanya mengikutinya. Sesampainya di taman, ia mengajakku duduk di kursi taman di bawah pohon mangga.
            Suasana hening. Hanya suara dahan yang diterpa angin yang terdengar. “Nasha, sahabatku, aku mau bilang sesuatu padamu,”katanya memecah keheningan. Aku merasa curiga. Aku hanya bisa mengangguk dengan penuh tanda tanya tanpa berkata apa-apa. “Sebenernya, aku mau beritahu hal ini ke kamu sejak sebulan yang lalu, tapi aku belum siap, bahkan sampai sekarang pun aku masih belum merasa siap,”katanya menambah kecurigaanku. Matanya mulai berkaca-kaca. “Ada apa sebenarnya Cheli? Kamu punya masalah? Cerita aja ke aku? Kamu kan sahabatku,”kataku sambil menenangkannya.
“Aku mau pindah, Sha…….” Mendengar kalimat tersebut, kakiku langsung terasa lemas. Dunia di sekelilingku terasa berputar. Namun, aku berusaha untuk tetap berdiri tegap. Tak terasa air mata telah membasahi pipiku. “Apa Chel? Pindah?”suaraku bergetar, aku masih setengah tidak percaya. Ia mengangguk. Aku memeluknya. Isak tangis kami tak terbendung lagi.
***
Aku berdiam diri di sudut kamar. Semenjak pulang sekolah tadi, aku tak bisa berhenti menitihkan air mata. Bagaimana tidak? Dia sahabat terbaikku yang sangat aku cintai. Dan kini dia akan meninggalkanku pergi ke tempat yang sangat jauh. Ia harus mengikuti ayahnya dipindah tugaskan ke Ambon. Aku sedih karena kami tidak dapat bermain bersama lagi. Atau mungkin pertemuan tadi adalah yang terakhir kalinya karena besok pagi ia akan bertolak ke bandara.
Di tempat ini, suasana masih seperti saat itu. Langit hitam yang dihias cahaya purnama. Namun kini ia tak lagi di sisiku. Kesunyian menyergapku. Kufokuskan perhatianku pada kanvas di hadapanku. Aku kembali menggoreskan warna di atasnya. Aku akan memberikan kenang-kenangan ini untuknya besok pagi. Kuharap kenang-kenangan ini akan selalu mengingatkannya padaku di sana.
***
Sang surya masih malu-malu menampakkan dirinya. Namun, peluh telah membasahi bajuku. Kukayuh sepedaku lebih cepat. Aku ingin berjumpa dengannya sekali lagi.
Aku telah sampai di depan rumahnya, namun pintu pagarnya terkunci. Rumahnya tampak sepi. Aku memencet bel. “Nak, perhuninya sudah pergi barusan. Mungkin masih beberapa blok dari sini,”kata tetangga sebelah. Tanpa membuang waktu aku langsung menaiki sepedaku. Aku mengayuh sepedaku dengan cepat. Tak lupa kuucapkan terima kasih kepada tetangga itu. Aku tak berfikir apapun selain memikirkannya. Aku tak melihat mobilnya sama sekali,aku sangat khawatir. Aku kayuh sepedaku lebih cepat lagi.
Tak lama kemudian nampak mobilnya yang berwarna hitam berkilau. Aku mengayuh dengan sangat cepat untuk mengejarnya. Aku berteriak-teriak “Chel..Cheli.....!!(sambil terengah-engah)”. Namun mobil itu tak berhenti. Aku tak menyerah..ku kayuh sepedaku lebih cepat lagi. Akhirnya ia menoleh ke belakang, melihatku nampak lelah mengayuh sepedaku. Dan tak lama kemudian mobil hitam itu berhenti.
Aku berhenti mengayuh sepedaku dan berhenti tepat disamping mobil itu. Ia keluar dari mobil itu dengan muka yang sangat muram. Aku tak kuasa menehan kesedihan ini. Aku langsung memeluknya. Ia pun nampak meneteskan air mata. Hanya sepatah kata kuucapkan saat perpisahan itu “Selamat  berpisah Chel...baik-baik ya disana.Jangan lupa sama kita semua ya”. Ia tak dapat berkata-kata. Hanya menganggukkan kepala tanda pasrah. ”Ayo Chel ! buruan ntar  telat lagi,” kata pak sopirnya. Kuserahkan lukisan yang ku buat dengan finger paint kepadanya, tanpa membuka dan melihat ia langsung masuk kedalam mobil kembali. Ia melambaikan tangan kepadaku. Kesedihan terpancar dari wajahnya seakan tak ingin hal ini terjadi.
***
Hari ini di sekolah kulewati  hari seakan hampa tanpa sahabatku itu. Aku sangat sedih. Sesampainya di rumah, Hp-ku bergetar menandakan ada pesan masuk. Kubuka pesan itu dan mulai membaca.
“Hai Sha, makasi ya lukisannya bagus lho... Lukisanmu kupajang di kamarku biar aku bisa ingat kamu terus. Makasi juga ya uda mau jadi sahabatku setahun ini en’ uda mewarnai hidupku. Luv u forever, friend.”
Aku tersenyum membacanya. Kutekan ‘Reply’ dan mulai menuliskan sesuatu.
***

Created By : Novi and Vira
 

1 komentar:

  1. Noviii.. =D
    wah, aku menemukan blogmu.. hehe..

    Kunjungi juga blogku ya.. sekalian, Follback :D
    Trimakasih :D

    BalasHapus

Recommended Post

kepingan makna kehidupan

"Allah selalu punya rencana yang terbaik untuk kita. Jangan takut untuk melangkah. Biarlah Allah yang menuntun" Selalu bersyuku...